Panas berbahaya melanda Jepang secara intensif sepanjang musim panas 2025. Negara itu mencatat Juli terpanas dalam sejarah sejak 1898, dengan suhu rata-rata naik 2,89 °C dari normal, dan puncaknya mencapai 41,2 °C di Prefektur Hyogo — rekor tertinggi nasional baru. Kondisi ini memicu peringatan bahaya tinggi untuk heatstroke dan dampak luas terhadap kesehatan serta layanan publik.
Suhu Ekstrem Pecahkan Rekor Panas Nasional
Pada 30 Juli, kota Tamba (Hyogo) mencatat suhu tertinggi 41,2 °C, mengungguli rekor sebelumnya 41,1 °C pada 2018 dan 2020. Ibu Kota Kyoto juga mencapai 40 °C untuk pertama kali sejak pencatatan dimulai. Di lebih dari 270 titik pengamatan, suhu melebihi 35 °C, menunjukkan lonjakan panas ekstrem yang menyeluruh.
Lonjakan Heatstroke dan Kematian Akibat Panas
Rumah sakit Jepang kewalahan menampung pasien heatstroke. Selama minggu hingga 21 Juli, lebih dari 10.800 orang dirawat, sebagian besar lansia, dan tercatat 16 kematian terkait panas ekstrem. Di seluruh Jepang, tahun ini heatwave sudah menyumbang beberapa korban jiwa dan ribuan perawatan darurat setiap pekan.
Daerah Terdampak Peringatan Panas Berbahaya (Heatstroke Alerts)
Pada pertengahan Juni, sebanyak 14 kota mencatat suhu ekspesional, hingga 38,2 °C di Yamanashi dan 37,7 °C di Gunma. Tokyo sempat mencapai 34,4 °C pada 18 Juni saat pemerintah menerbitkan warning heatstroke untuk banyak prefektur. Warga disarankan minum banyak air, hindari aktivitas outdoor, dan gunakan pendingin ruangan bila memungkinkan.
Pemicu Cuaca dan Tren Panas yang Makin Ekstrem
Lonjakan panas ini dipicu oleh sistem tekanan tinggi di Pasifik utara yang menarik udara hangat ke daratan Jepang, bersama pola perubahan iklim global. Curah hujan sangat rendah dan musim hujan program mundur lebih awal, memperparah kondisi panas dan risiko kekeringan di sebagian wilayah barat Jepang.
Dampak Sosial dan Kesehatan Jangka Panjang
Panas ekstrem mengganggu aktivitas sehari-hari—pelajar, pekerja, dan wisatawan merasakan dampaknya. Museum dan gedung olahraga mulai menyesuaikan jadwal aktivitas outdoor. Ilmuwan memperingatkan bahwa dalam beberapa dekade ke depan, sebagian wilayah Jepang mungkin terlalu panas untuk kegiatan olahraga luar ruangan, terutama bagi anak-anak.
Produktivitas pekerja juga menurun, terutama di sektor lapangan. Selain itu, biaya energi melonjak akibat tingginya pemakaian AC.
Tindakan Tata Kelola dan Strategi Adaptasi
Pemerintah Jepang aktif memperluas pusat pendingin darurat, mengatur jam kerja yang lebih fleksibel, dan melarang kegiatan fisik saat puncak siang hari. Warga disarankan selalu mengikuti peringatan WBGT untuk menghindari heatstroke, serta memonitor lansia dan penderita penyakit kronis lebih intensif.
Kesimpulan
Panas berbahaya melanda Jepang musim ini menyoroti risiko nyata dari pemanasan global dan perubahan iklim. Suhu rekor, lonjakan kasus heatstroke, dan gangguan aktivitas sosial menjadi panggilan untuk adaptasi segera. Jepang perlu terus memperkuat infrastruktur perlindungan publik, menyesuaikan kebijakan kerja serta olahraga, demi menjaga kesehatan dan keselamatan rakyatnya dalam menghadapi musim panas yang makin ekstrem.